Institusi Pengelola Internet
Walaupun riset tentang internet diawali dari proyek ARPANET
dan berkembang dari kolaborasi penelitian institusi militer dan pendidikan,
namun infrastruktur dan teknologi internet saat ini bisa dikatakan bukan milik
suatu institusi atau perorangan ataupun negara. Sekarang internet merupakan
sebuah enterprise kolaboratif dan kolektif yang terbuka. Ada sejumlah
organisasi atau lembaga yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan internet
serta menjadi guide atas perkembangan internet dan web. Dalam Gambar 1.4 dapat
dilihat evolusi organisasi pengelola Internet, mulai dari ARPANET Working Group
hingga berkembang sampai saat ini ada IAB (Internet Architecture Board), IETF
(Internet Engineering Task Force), IRTF (Internet Research Task Force) dan W3C
(World Wide Web Consorcium). Berikut kajian singkat tentang
organisasi-organisasi tersebut, khususnya yang masih aktif hingga saat ini.
World Wide Web Consortium (W3C):
Awalnya dibentuk dari Laboratorium Ilmu Komputer MIT oleh
Tim Berners-Lee dan Al-Vezza. W3C saat ini bertangggungjawab terhadap
perkembangan dari berbagai protokol dan standar yang terkait dengan Web.
Seperti misalnya standarisasi HTML, XML, XHTML dan CSS diatur oleh W3C. Saat
ini W3C masih dipimpin oleh Berners-Lee.
Website W3C dapat diakses pada URL: http://www.w3c.org
Internet Engineering Task Force (IETF)
Merupakan badan yang bertanggungjawab terhadap masalah
teknis dari perkembangan teknologi internet. IETF bertugas mengkaji berbagai
teknologi terkait untuk kemudian distandarkan menjadi sebuah request for
comment (RFC). IETF fokus pada evolusi dari internet dan menjamin proses
tersebut berjalan dengan smooth.
Internet Architecture Board (IAB):
IAB bertanggung jawab dalam
mendefiniskan backbone internetInternet Society (ISOC):
Dibentuk dari berbagai organisasi, pemerintahan, non-profit,
komunitas, akademisi maupun para professional. Kelompok ini bertanggungjawab
dalam membuat kebijakan tentang internet, dan memantau lembaga lain seperti
IETF.The Internet Assigned Authority (IANA) & Internet Network Information
Center (InterNIC).
Kelompok ini bertanggung jawab terhadap alokasi alamat
IP dan nama domain.
Aspek Hukum & Etika Pada internet
Internet sebagai media informasi tidaklah terbebas dari
aturan meski penerapannya sedikit berbeda. Internet memiliki aturan “baku” yang
sesungguhnya efektif untuk meminimalisir perilaku negatif. Sebagai sebuah media
informasi, internet tidaklah lebih dari sebuah sarana yang tersedia jutaan
informasi dari berbagai penjuru dunia, bila kita tidak pintar memilah dan memilih
informasi, bukan tidak mungkin kita, keluarga khususnya anak-anak akan
terjerumus ke dalam perbuatan yang melanggar aturan .
Bila kita cermati, terdapat 2 (dua) hal pada saat kita
membahas hukum atau aturan di bidang internet yakni infrastruktur dan konten
(materi). Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang infrastruktur,
yakni peraturan hukum tentang telekomunikasi dan penyiaran serta ketentuan
tentang frekuensi radio dan orbit satelit. Sementara itu pada bagian konten
(materi), pemerintah telah mengeluarkan banyak peraturan yang berhubungan
dengan pemanfaatan internet sebagai media informasi antaralain tentang
perlindungan konsumen, perbankan, asuransi, hak kekayaan intelektuan, pokok
pers, ketentuan pidana perdata (kata kuncinya adalah “informasi”).
pada awalnya aturan hukum yang mengatur hal tersebut sudah
dinyatakan di dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya
Pasal 21 yang menyebutkan, bahwa penyelenggara telekomunikasi dilarang
melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan
dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum. Dalam
penjelasannya yang tertera pada UU Telekomunikasi tersebut disebutkan, bahwa
penghentian kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan oleh
pemerintah setelah diperoleh informasi yang patut diduga dengan kuat dan
diyakini bahwa penyelenggaraan telekomunikasi tersebut melanggar kepentingan
umum, kesusilaan, keamanan , atau ketertiban umum.
Ketika UU No. 11 Tahun 2008 masih belum disahkan, ketentuan
tersebut di atas cukup efektif dijadikan salah satu dasar bagi Departemen
Kominfo untuk mengatasi peredaran film yang kontroversial dan mengandung unsure
pertentangan SARA di suatu situs popular tertentu, ketika masyarakat dihebohkan
oleh kehadiran film Fitna yang mengusik ketenangan Ummat Islam di seluruh
dunia. Saat itu juga setelah mempertimbangkan dari berbagai aspek, Menteri
Kominfo mengirimkan surat tentang pemblokiran situs dan blog yang memuat film
Fitna, yang ditujukan kepada penyelenggara IIX, penyelenggara OIXP,
penyelenggara ISP (146 perusahaan saat itu ) dan penyelenggara NAP (30
perusahaan saat itu). Surat tersebut dilatar belakangi oleh suatu sikap
keprihatinan yang sangat mendalam, bahwa penayangan film Fitna melalui internet
yang dibuat oleh seorang politisi Belanda Geert Wilders, disinyalir dapat
mengakibatkan gangguan hubungan antar ummat beragama dan harmoni antar
peradaban pada tingkat global. Itulah sebabnya Menteri Kominfo meminta kepada
para stakeholders tersebut untuk dengan segenap daya dan upaya untuk segera
melakukan pemblokiran pada situs maupun blog yang melakukan posting film Fitna
tersebut.
Prosedur yang ditempuh oleh pemerintah dalam pengiriman
surat adalah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu selain sebelumnya sudah mengadakan konsultasi dengfan para stake
holder, juga sudah mendasarkan pada berbagai pertimbangan dan tetap selektif
serta tidak ada maksud pemerintah untuk sembarangan melakukan pembatasan untuk
memperoleh akses informasi melalui jasa internet tanpa alasan dan dasar hukum
yang jelas, karena terbukti media internet banyak menunjukkan manfaat yang
konstruktif terkecuali penayangan film Fitna melalui media internet tersebut
dan juga penayangan informasi-informasi lain yang substansinya patut diduga
kuat dan diyakini bertentangan dengan kepentingan umum, keamanan, kesusilaan
dan ketertiban umum.
Aturan atau code of conduct dalam pemanfaatan internet
tersebut kemudian di dalam perkembangannya diperkuat dengan adanya UU No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Traksaksi Elektronik, yang disahkan dan mulai
berlaku pada tanggal 21 April 2008. Pasal 2 UU tersebut menyatakan, bahwa
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia. Khusus terhadap hal-hal yang terkait dengan larangan
untuk dilakukan dan berpeluang menimbulkan rasa tidak suka oleh pihak lain
disebutkan di antaranya pada Pasal 27 ayat (4) yang menyebutkan, bahwa “setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman” ; dan Pasal 28
ayat (2) yang menyebutkan, bahwa “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)”.
Meskipun aturan-aturan hukum dalam pemanfaatan internet yang
terkait dengan substansi yang bertentangan dengan keamanan, ketertiban dan
kepentingan umum sudah cukup kuat, ini bukan berarti Departemen Kominfo
sedemikian mudah memberi peluang kepada aparat penegak hukum untuk
menerapkannya secara respresif. Di dalam berbagai kegiatan sosialisasi UU ITE
misalnya, Departemen Kominfo selalu menyebutkan, bahwa ada beberapa klausaul
baik di dalam UU itu sendiri maupun UU lain yang perlu dipertimbangkan supaya
tidak ada abuse of power . Bahwasanya kemudian ada misalnya beberapa situs yang
menimbulkan kerisauan publik dan ternyata tetap exist, maka hal itu bukan
berarti Departemen Kominfo melakukan pembiaran.
Upaya Departemen Kominfo tetap dilakukan sebatas kewenangan
dan ruang lingkup tugasnya (sebagaimana contoh dalam mengatasi ekses film Fitna
tersebut di atas) dan turut melakukan tracing sebelum menempuh upaya
pemblokiran, namun hanya saja eksekusi penegakan hukum tetap dilakukan
sepenuhnya dilakukan oleh aparat penegak hukum sesuai dengan rugas, fungsi,
tanggung jawab dan kewenangannya berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Prinsip Departemen Kominfo adalah tetap mempertimbangkan unsur-unsur multi
dimensional (jadi tidak semata-mata masalah teknis belaka), bersikap bijak
namun tegas dan melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum, aparat
keamanan dan sejumlah stake holder seperti para blogger (karena di kalangan
blogger juga memiliki tata krama yang sangat perlu diapresiasi) misalnya dan
berkonsultasi untuk menempuh cara yang paling efektif, efisien dan dengan
minimalisasi unsur kegaduhan publik.
Melihat beberapa contoh tersebut, tentunya semakin
menjelaskan kepada pembaca sekalian bahwa internet yang selama ini dikenal
seolah tanpa nilai (aturan), ternyata memiliki banyak “kesamaan” dalam hal
penerapan hukum. Mudah-mudahan sedikit informasi ini, dapat memberikan
keyakinan pada kita dalam mengarahkan anak-anak kita menjadi lebih bijak dalam
memanfaatkan internet .Dalam pemanfaatan internet dan aturan hukum yang dapat
meminimalisasi penggunaan internet untuk hal-hal yang berpotensi menimbulkan
keresahan masyarakat.
hadirnya internet dalam kehidupan manusia telah membentuk
komunitas masyarakat tersendiri. Surat menyurat yang dulu dilakukan secara
tradisional (merpati pos atau kantor pos) sekarang bisa dilakukan hanya dengan
duduk dan mengetik surat tersebut di depan computer.
Beberapa alasan mengenai pentingnya etika dalam dunia maya
adalah sebagai berikut:
Bahwa pengguna internet berasal dari berbagai negara yang
mungkin memiliki budaya, bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda.
Pengguna internet merupakan orang-orang yang hidup dalam
dunia anonymouse, yang tidak mengharuskan pernyataan identitas asli dalam
berinteraksi.
Berbagai macam fasilitas yang diberikan dalam internet
memungkinkan seseorang untuk bertindak etis seperti misalnya ada juga penghuni
yang suka iseng dengan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.
Harus diperhatikan bahwa pengguna internet akan selalu
bertambah setiap saat dan memungkinkan masuknya “penghuni” baru didunia maya
tersebut
http://tayaa90.wordpress.com/2010/05/11/hukum-dan-peraturan-internet-di-berbagai-aspek/
http://blog.uin-malang.ac.id/ellie/2011/06/cyber-ethics-etika-profesi/
0 komentar: